Oleh :
1. Indra Rusmi, S.H. M.H.
2. Johan Imanuel, S.H.
3. Nikita Kesumadewy, S.H.
4. Hema Anggiat Marojahan Simanjuntak, S.H.
5. Gunawan Liman, S.H.
6. Herman, S.H
7. Kemal Hersanti, S.H.
Akhir-akhir
ini menjadi trend di Media, bahwa kenaikan tiket pesawat sungguh memberatkan
kantong masyarakat. Meskipun akhirnya diumumkan oleh Asosiasi Perusahaan
Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) bahwa Tiket Pesawat sudah mengalami
penurunan namun masih menyimpan rasa penasaran bagi para penulis yang merupakan
praktisi hukum untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
kenaikan tiket pesawat,
sebab besar pengaruhnya terhadap kesejahteraan rakyat sangat besar mengingat
transportasi udara merupakan salah satu transportasi umum yang sangat
dibutuhkan. Adapun pertanyaan yang timbul adalah
bagaimanakah tinjauan yuridis kenaikan tiket pesawat dalam hukum di Indonesia sebagai
bentuk komitmen dari Pemerintah sebagai regulator dalam mensejahterakan rakyat?
Bagaimanakah mekanisme penetapan tarif penerbangan tersebut?
TINJAUAN YURIDIS KENAIKAN TIKET PESAWAT
Menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
Menurut
Penjelasan Prof. H.K. Martono. SH. LLM yang merupakan narasumber Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 (“UU Penerbangan”), menjelaskan terhadap mekanisme tarif
angkutan udara dalam bukunya yang berjudul Hukum Udara Publik Nasional dan
Internasional pada Hal 248-250 mengatur Tarif angkutan udara
niaga berjadwal dalam negeri dan tarif angkutan kargo. Tarif angkutan penumpang
tersebut terdiri atas golongan tarif pelayanan kelas ekonomi dan non-ekonomi, dalam
penetapan golongan tarif angkutan udara niaga berjadwal domestik, Menteri
perhubungan harus memperhatikan
kepentingan keselamatan dan keamanan penerbangan, kepentingan masyarakat, dan
kepentingan penyelengaraan angkutan udara niaga. Tarif penumpang pelayanan
kelas ekonomi dihitung berdasarkan komponen besar tarif per rute penerbangan
per satu kali penerbangan, untuk setiap yang merupakan hasil perkalian antara
tarif dasar dengan jarak serta memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat. Tarif jarak terdiri
dari biaya pokok rata-rata ditambah dengan keuntungan wajar; pajak pertambahan
nilai (PPn) yang dikenakan sesuai peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan; asuransi pertangungan kecelakaan penumpang yang dikenakan sesuai
peraturan perundang-undangan di bidang dan pertangungan wajib kecelakan penumpang;
dan biaya yang dikenakan karena terdapat biaya biaya tambahan yang dikeluarkan
oleh perusahan angkutan udara diluar perhitungan penetapan tarif jarak antara
lain biaya fluktuasi harga bahan bakar (fuel
surcharge) dan biaya yang di tanggung oleh perusahaan angkutan udara karena
pada saat berangakat atau pulang penerbangan tanpa penumpang, misalnya
pada saat hari raya (surcharge).
Bedasarkan Pasal 126 UU Penerbangan.
Hasil
perhitungan tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tuslah /
tambahan (surcharge) tersebut
merupakan batas atas harga jasa maksimum pada suatau rute tertentu
di dalam negeri atas pelayanan angkutan penumpang jasa angkutan udara yang disediakan
oleh badan usaha angkutan udara niaga dengan pelayan minimal yang mematuhi
persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan yang ditetapkan setelah
berkoordinasi dengan asosiasi penguna jasa penerbangan angkutan udara niaga
berjadwal dalam negeri. Tarif batas atas tersebut ditetapkan oleh Menteri
perhubungan dengan mempertimbangkan aspek perlindungan konsumen dari pemberlakuan tarif tinggi oleh badan
usaha angkutan udara niaga dan melindungi konsumen dari informasi / iklan tarif
penerbangan yang berpontesi merugikan / menyesatkan sehingga ditetapkan tarif
batas atas, dan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal untuk melindungi
badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dari penetapan tarif rendah oleh
badan usaha angkutan udara niaga berjadwal lainnya yang bertujuan untuk
mengeluarkan badan usaha angkutan udara niaga berjadwal pesaing dari rute yang
di layani.
Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi
angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri yang di tetapkan oleh Menteri
perhubungan berdasarkan tarif jarak, pajak, iuran, wajib asuransi, dan biaya
tuslah / tambahan (surcharge) harus
dilakukan penyebarluasan tarif batas
atas yang telah di tetapkan oleh Menteri, baik yang dilakukan
Menteri maupun oleh badan usaha angkutan niaga, antara lain melalui media cetak
dan eletronika dan / atau dipasang pada setiap tempat penjualan tiket pesawat
udara, kepada konsumen. Badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri
dilarang menjual tiket kelas ekonomi melebihi tarif batas atas yang ditetapkan
oleh Menteri perhubungan. Badan usaha angkutan udara yang harga tiket kelas
ekonomi melebihi tarif batas atas yang ditetapkan oleh Menteri perhubungan
dikenakan sanksi
administarif berupa sanksi peringatan dan / atau pencabutan izin rute
penerbangan berdasarkan Pasal 127 UU Penerbangan.
Tarif
penumpang pelayanan non-ekonomi
angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan kargo berjadwal dalam negeri
ditentukan berdasarkan mekanisme pasar (supply and demand), untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan
penerbangan yang bersangkutan. Tarif angkutan udara
niaga untuk penumpang dan angkutan kargo tidak berjadwal dalam negeri
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia
jasa angkutan. Tarif penumpang angkutan udara niaga dan angkutan kargo
berjadwal luar negeri ditetapkan dengan berpedoman pada hasil perjanjian
angkutan udara bilateral atau multilateral. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tarif angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri kelas ekonomi dan angkutan
udara perintis serta tata cara dan prosedur pengenaan sanksi administratif
diatur dengan peraturan Menteri.
Kebijakan
tarif transportasi udara nasional berdasarkan UU Penerbangan adalah gabungan antara sosialis
dan liberal (neo-liberal), kebijakan
sosialis dimaksudkan untuk melindungi masyarakat banyak, sedangkan kebijakan
liberal dimaksudkan untuk melindungi kelangsungan hidup perusahaan penerbangan.
Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah menetapkan tarif ekonomi batas atas
untuk melindungi masyarakat banyak, sedangkan tarif non-ekonomi ditetapkan sendiri oleh
perusahaan penerbangan agar perusahaan penerbangan memperoleh dana langsung
dari pengguna
jasa transportasi udara.
MEKANISME PENETAPAN TARIF KENAIKAN PESAWAT
Terkait
Mekanisme Penetapan Tarif Kenaikan Pesawat maka merujuk pada Peraturan Menteri 126 Tahun 2015 Tentang
Mekanisme Formula Perhitungan Dan Penetapan Tarif Batas Atas Dan Batas Bawah
Penumpang Pelayan Kelas Ekonomi Angkutan
Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri (“PM 126 Tahun 2016”) yang mencabut keputusan Menteri
Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2014 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan
Penetapan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 91 Tahun 2014
Ada tiga Bab yang perlu ditanggapi yaitu BAB II,
BAB III dan BAB IV dalam PM 126 Tahun 2015 tersebut. Jika
diuraikan sebagai
berikut:
- BAB
II MEKANISME PENETAPAN TARIF
Terdiri dari Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10
- BAB
III FORMULA PERHITUNGAN TARIF
Terdiri dari Pasal
13, Pasal 14, Pasal 15
- BAB
IV PENGAWASAN DAN SANKSI
Terdiri dari Pasal
16 dan Pasal 19
MEKANISME PENETAPAN TARIF
Maka
ada beberapa komponen yang menentukan tarif yaitu tarif jarak, pajak, iuran
wajib asuransi dan pajak (Pasal 2 PM 126 Tahun 2015) yang ditetapkan Menteri
berdasarkan kelompok pelayanan yang diberikan oleh Badan Usaha Angkutan Udara
dengan cara diusulkan oleh Direktur Jendral kepada Menteri Perhubungan untuk ditetapkan
berdasarkan koordinasi dengan asosiasi penerbangan sipil dan Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (Pasal 3 dan Pasal 4 PM 126 Tahun 2015). Kelompok pelayanan dimaksud terdiri dari tiga:
Fully Service (standar
pelayanan maksimum, 100 % dari tarif maksimum), Medium Service (standar pelayanan menengah, 90 % dari tarif
maksimum), No Frills (standar
pelayanan minimum, 85 % dari tarif maksimum) sebagaimana dinyatakan Pasal 5 PM
126 Tahun 2015.
Setelah
ditetapkan Menteri Perhubungan
maka
wajib dipublikasikan oleh pemerintah bersama-sama dengan badan usaha angkutan
udara kepada konsumen sekurang-kurangnya melalui media cetak dan elektronik
sekurang-kurangnya 15 hari kerja sebelum tarif diberlakukan (Pasal 6 PM 126
Tahun 2016).
Selanjutntya
dalam Pasal 7 dan Pasal 8 PM 126 Tahun 2016 dinyatakan adapun Tarif yang telah
ditetapkan dilakukan evaluasi setiap satu tahun sekali oleh Direktur Jendral Perhubungan Udara atau
apabila terjadi perubahan signifikan yang mempengaruhi kelangsungan kegiatan
badan usaha angkutan udara. Perubahan signifikan meliputi:
a. Perubahan
terhadap harga avtur apabila telah mencapai lebih dari Rp 12.000 (dua belas
ribu Rupiah) per liter dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut; atau
b. Perubahan
terhadap harga nilai tukar rupiah dan harga komponen biaya lainnya yang
menyebabkan penambahan total biaya operasi pesawat udara hingga paling sedikit 10% dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Sehingga
pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap besaran tarif atau menetapkan surcharge/ tuslah. Kemudian jika terdapat rute baru dan belum
terdapat tarif maka Direktur Jendral Perhubungan Udara untuk sementara dapat menetapkan tarif dengan
formula perhitungan yang diatur dalam PM 126 Tahun 2015.
Penting untuk diketahui dalam Pasal 9 dan Pasal 10 PM 126 Tahun 2015
sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Badan usaha angkutan udara wajib menetapkan besaran
tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi.
(2) Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi tarif jarak tertinggi yang
ditetapkan oleh Menteri dan sesuai kelompok pelayanan yang diberikan.
(3) Badan usaha angkutan udara dalam menetapkan tarif
penumpang pelayanan kelas ekonomi serendah-rendahnya 30% dari tarif batas atas
sesuai kelompok pelayanan yang diberikan.
Pasal 10
(1) Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib
dilaporkan kepada Direktur Jenderal paling lama 15 (lima belas) hari kalender
sebelum diberlakukan.
(2) Badan usaha
angkutan udara dapat melakukan perubahan tarif penumpang pelayanan kelas
ekonomi dan wajib melaporkan kepada Direktur Jenderal paling lama 15 (lima belas)
hari kalender sebelum diberlakukan.
(3) Tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan perubahan tarif penumpang pelayanan kelas ekonomi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diinformasikan oleh badan usaha angkutan
udara paling lama 15 (lima belas) hari kalender sebelum diberlakukan kepada
pengguna jasa melalui:
a. media informasi yang mudah
diketahui oleh pengguna jasa angkutan udara; atau
b. perwakilan badan usaha angkutan
udara dan atau mitra penjualan tiket.
FORMULA
PERHITUNGAN TARIF
Sebagaimana dinyatakan pada Pasal
13 PM 126 Tahun 2015:
(1)
Tarif dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diperoleh dari hasil perhitungan biaya pokok
per satuan unit produksi ditambah keuntungan.
(2) Biaya pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari komponen biaya, yaitu:
a. biaya langsung, terdiri dari biaya tetap dan biaya variable;
b. biaya tidak langsung terdiri dari biaya organisasi dan
biaya pemasaran.
Kemudian
mengenai perhitungan tarif dasar sebagai berikut (Pasal 14 PM 126 Tahun 2015):
- Perhitungan
biaya pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) adalah total biaya operasi pesawat udara
berdasarkan biaya penuh ((fail costing) termasuk tingkat keuntungan
(margin) paling banyak sebesar 10%.
- Data
komponen biaya yang digunakan dalam perhitungan, adalah data keuangan
badan usaha angkutan udara pada saat penyusunan tarif dengan memperhatikan
tingkat akurasi, kewajaran dan efesiensi biaya serta dapat
dipertanggungjawabkan.
- Perhitungan
biaya operasi pesawat udara sebagai dasar penetapan tarif dasar dan tarif
jarak adalah biaya operasi pesawat udara paling efesien dengan populasi
yang terbanyak yang dioperasikan oleh badan usaha
angkutan udara.
- Pembebanan
biaya operasi pesawat udara dalam perhitungan tarif dasar angkutan udara
penumpang kelas ekonomi dengan menggunakan pesawat jet ditetapkan sebesar
95% dari total biaya operasi.
- Biaya per
unit (cost p e r unit) yaitu biaya per penumpang kilometer yang
diperoleh dari biaya total operasi pesawat udara dengan faktor muat
sebesar 65% (enam puluh lima
persen) untuk pesawat jet dan 70% (tujuh puluh persen) untuk pesawat propeller.
- Tarif dasar
untuk pesawat kapasitas sampai dengan 30 tempat duduk untuk jarak lebih
besar dari 300 Km menggunakan perhitungan tarif dasar untuk pesawat jenis
propeller dengan kapasitas di atas 30 tempat duduk.
Tarif dasar
penumpang pelayanan ekonomi bervariasi sesuai jarak, tipe pesawat (jet,
proppeler > 30 tempat duduk, proppeler < 30 tempat duduk) termasuk batas
tarif atas sebagaimana dinyatakan pada Pasal 15 PM 126 Tahun 2015
PENGAWASAN DAN SANKSI
Pengawasan dilakukan oleh Direktur Jendral memanfaatkan
media eletronik dan massa, laporan dari kantor otoritas Bandar Udara dan atau penyelenggara Bandar Udara atau laporan masyarakat / pengguna
jasa (Pasal 16 PM 126 Tahun 2015)
Kemudian
mengenai sanksi dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 19 PM 126 Tahun 2015 Pasal 19 :
(1) Direktur Jenderal dapat mengenakan sanksi administratif
terhadap pelanggaran atas ketentuan yang diatur dalam Peraturan ini, dalam hal
pelanggaran tersebut belum diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
30 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran
Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat berupa:
a.
peringatan;
b.
pengurangan frekuensi;
c.
pembekuan rute penerbangan;
d.
penundaan pemberian izin rute.
(3) Sanksi
peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diberikan melalui tahapan peringatan I, II dan III dengan tenggang waktu masing-masing 7
(tujuh) hari kalender.
(4) Sanksi
pengurangan frekuensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan
dalam hal badan usaha angkutan udara niaga berj adwal tidak melakukan perbaikan setelah diberikan peringatan ketiga, dengan jangka waktu
pengenaan sanksi paling lama 6 (enam) bulan.
(5) Sanksi pembekuan
rute atau penundaan pemberian izin rute penerbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c dan d diberikan dalam hal badan usaha angkutan udara niaga berjadwal mengulangi melakukan pelanggaran yang sama,
dengan jangka waktu pengenaan sanksi paling lama 6 (enam) bulan.
KESIMPULAN
Berdasarkan kajian
diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa penetapan tarif kenaikan pesawat harus
melewati mekanisme yang telah diatur oleh Undang-Undang Penerbangan Nomor 1
Tahun 2009 tentang Penerbangan dan PM 126 Tahun 2015 harus melalui evaluasi
terlebih dahulu dan diumumkan kepada publik setiap ada perubahan harga dari stakeholder.
Kontak Penulis :
Email : johanimanuel85@yahoo.com
HP : 0819.053.941.63