Menurut R. Soesilo Delik aduan di dalam Buku (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 87) itu dibagi kedalam dua jenis yaitu :
a. Delik aduan absolut, adalah delik (peristiwa pidana) yang selalu hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan seperti tersebut dalam pasal-pasal: 284, 287, 293, 310 dan berikutnya, 332, 322, dan 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(“KUHP”). Dalam hal ini maka pengaduan diperlukan untuk menuntut
peristiwanya, sehingga permintaan dalam pengaduannya harus berbunyi:
“..saya minta agar peristiwa ini dituntut”.
Oleh
karena yang dituntut itu peristiwanya, maka semua orang yang bersangkut
paut (melakukan, membujuk, membantu) dengan peristiwa itu harus
dituntut, jadi delik aduan ini tidak dapat dibelah. Contohnya,
jika seorang suami jika ia telah memasukkan pengaduan terhadap
perzinahan (Pasal 284 KUHP) yang telah dilakukan oleh istrinya, ia tidak
dapat menghendaki supaya orang laki-laki yang telah berzinah dengan
istrinya itu dituntut, tetapi terhadap istrinya (karena ia masih cinta)
jangan dilakukan penuntutan.
b. Delik aduan relatif,
ialah delik-delik (peristiwa pidana) yang biasanya bukan merupakan
delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga yang
ditentukan dalam Pasal 367 KUHP (Pencurian dalam keluarga), lalu menjadi delik aduan. Delik-delik
aduan relatif ini tersebut dalam pasal-pasal: 367, 370, 376, 394, 404,
dan 411 KUHP. Dalam hal ini maka pengaduan itu diperlukan bukan untuk
menuntut peristiwanya, akan tetapi untuk menuntut orang-orangnya yang
bersalah dalam peristiwa itu, jadi delik aduan ini dapat dibelah.
Misalnya, seorang bapak yang barang-barangnya dicuri (Pasal 362 KUHP)
oleh dua orang anaknya yang bernama A dan B, dapat mengajukan pengaduan
hanya seorang saja dari kedua orang anak itu, misalnya A, sehingga B
tidak dapat dituntut. Permintaan menuntut dalam pengaduannya dalam hal
ini harus berbunyi: “,,saya minta supaya anak saya yang bernama A
dituntut”.
Untuk
delik aduan, pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan
sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika
bertempat tinggal di Indonesia. Atau dalam waktu sembilan bulan jika
bertempat tinggal di luar Indonesia. Dan orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan
tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.